BAB V
HEWAN DAN TUMBUHAN DALAM UPACARA
A. PENDAHULUAN
Indonesia
dikenal sebagai salah satu negara yang kaya akan keanekaragaman hayati
ekosistem, sumber daya genetika, dan spesies yang sangat melimpah (Mega
Biodiversity). Kekayaan tersebut berasal dari alam yang penuh dengan sumber
energi. Alam selalu bereaksi dengan manusia sehingga ikut memengaruhi tingkah
laku manusia tersebut.
Eksistensi dalam
alam dilihat sebagai suatu yang tersusun secara hirarki, sehingga secara moral
manusia dituntut untuk menyelaraskan hidupnya dengan alam untuk membuahkan
kesadaran mengenai penghayatan iman kepada Tuhan yang Maha Esa (Agusti,2009).
Seperti dalam
firman Allah SWT dalam surat Ar-Ruum ayat 41:
tygsß ß$|¡xÿø9$# Îû Îhy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur $yJÎ/ ôMt6|¡x. Ï÷r& Ĩ$¨Z9$# Nßgs)ÉãÏ9 uÙ÷èt/ Ï%©!$# (#qè=ÏHxå
öNßg¯=yès9 tbqãèÅ_öt ÇÍÊÈ
41. telah
nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).[1]
B. RUMUSAN MASALAH
I.
Tanaman yang digunakan dalam proses upacara di Indonesia
II.
Hewan yang digunakan dalam proses upacara di Indonesia
III.
Hubungan antara
konservasi dengan upacara kebudayaan
C. PEMBAHASAN
I.
Tanaman yang digunakan dalam proses upacara di Indonesia
Dalam kehidupan masyarakat indonesia
tanaman digunakan sebagai pelengkap upacara adat atau upacara keagamaan.
Masing-masing budaya lokal memperlihatkan ketergantungannya pada alam untuk
hidup. Ketergantungan ini secara otomatis menghasilkan perilaku penghargaan
terhadap alam semesta beserta isinya yang terwujud dalam berbagai bentuk
tradisi, ritual, ataupun aturan-aturan adat sebagai produk budaya dari manusia
yang tinggal dilingkungan tersebut. [2]
Berikut adalah beberapa tanaman yang
digunakan dalam upacara di indonesia:
a.
Acorus calamus
L. (jangu)
Digunakan
dalam upacara pitra yadnya/kematian. Upacara tersebut terdapat di daerah bali,
yang mana tumbuhan tersebut digunakan sebagai dalam upacara kematian.[3]

Gambar 1 :Tanaman jangu (Acorus
calamus L) *[4]
b.
Melati (Jasminum
sambac )
Bunga
melati putih (Jasminum
sambac) adalah spesies melati
yang menjadi satu dari tiga bunga nasional Indonesia sebagai “Puspa Bangsa”.
Makna penting melati putih dalam budaya Indonesia melambangkan kesucian,
kemurnian, ketulusan dan keanggunan yang sederhana. Ia juga melambangkan
keindahan dalam dan kerendahan hati, karena meskipun bunga putih ini kecil dan
sederhana, tetapi wanginya harum semerbak.
Bunga
ini merupakan bunga yang paling penting dalam upacara pernikahan bagi berbagai
suku bangsa di Indonesia, terutama di Sunda, Jawa, Palembang dan Banjar.

Gambar
2 : melati untuk upacara pernikahan
c.
Cempaka/ bunga
kantil (Michelia alba)
"Bunga
Kantil" dapat
tumbuh sampai ketinggian 1.600 meter di atas permukaan laut. Penyebaran
tumbuhan ini dari Asia tropis sampai ke pulau-pulau di Pasifik." Tanaman "Bunga Kantil" ini biasanya ditanam di pekarangan rumah
sebagai tanaman hias dan juga tumbuh liar di alam bebas. Tumbuhan berupa pohon,
tinggi sampai 30 meter. Mitos yang berkembang di masyarakat,
aroma bunga kantil yang khas sangat disukai. Bunga kantil mempunyai nilai
tradisi yang erat bagi masyarakat Jawa, terutama Jawa Tengah baik dalam prosesi
perkawinan maupun kematian.

Gambar
3: bunga cempaka (kantil)
d. Kelapa ( Cocos nutrifera Linn )
Kelapa
sering digunakan dalam upacara adat di Indonesia, khususnya daerah jawa.
Contohnya dalam upacara mitoni, disebut brojolan yakni memasukan dua buah kelapa gading
ke dalam kain lurik yang dipakai calon ibu. Dua buah kelapa gading itu
digambari Dewi Ratih dan Kamajaya yang maksudnya jika jabang bayi lahir
laki-laki maka akan berwajah tampan dan baik hati seperti tokoh Kamajaya.
Sebaliknya, jika jabang bayi lahir perempuan maka akan berwajah cantik seperti
Dewi Ratih. Selanjutnya kelapa gading tersebut digendong oleh calon ibu dan
diletakkan di tempat tidur.[5]

Gambar 4: kelapa dalam upacara mitoni
II.
Hewan yang digunakan dalam proses upacara di Indonesia
a)
Kerbau (Bubalus bubalis)
Kerbau merupakan salah satu sarana
upacara tradisional Batak Toba terutama pada upacara kematian Saur Matua dan
Mangongkal Hall, pembagian jambar adalah sebagai sarana komunikasi,
pemberitahuan atau pengumuman, pengikat dan mempererat hubungan kekeluargaan.
Dengan memotong kerbau pada upacara kematian Saur matua dan Mangongkal Holi
berarti status yang meninggal sudah tinggi (dalam pengertian adat), demikian
pula kehidupan sosial dan ekonominya. Kerbau mempunyai banyak keistimewaan
diantaranya tenaganya kuat, membatu mengola pertanian sehingga dianggap sebagai
lambang kesuburan.

Kerbau
tidak mengalami perubahan fungsi, akan tetapi penambahan yaitu pada upacara
Sari Matua sudah ada yang memotong kerbau. Kurban kerbau merupakan refleksi dad
sistem kepercayaan lama Sub Finis Batak Toba tentang penghormatan dan pemujaan
kepada rah nenek moyang. Upacara kematian Saur Matua dan Mangongkal Noll yang
harus diikuti dengan kurban kerbau merupakan adat istiadat yang telah
diwariskan oleh nenek moyang sub etnis Batak Toba. Oleh karena itu perlu
dilestarikan untuk acuan dalam kehidupan .bermasyarakat dan bernegara, karena
dalam kegiatan tersebut banyak nilai-nilai yang terkandung di dalamnya terutama
saling menghargai dan menghormati diantara keluarga (kerabat). [7]
b)
Babi (Sus
barbatus)

Di beberapa daerah di indonesia ternak
babi memberikan manfaat yang besar bagi peternak misalnya daerah Toraja, Bali,
Ambon, Nusa Tengara Barat, Nusa Tengara Timur dan Papua. Masyarakat di
Kabupaten mimika memelihara ternak babi merupakan kegiatan turun temurun yang
mana dikaitkan dengan adat istiadat di daerah itu. Selain itu ternak babi juga
berperan penting dalam upacara adat dan ritual keagamaan. Begitu pula dengan
suku Amungme dan Dani atau dikenal masyarakat pedalaman pegunungan tengah
umumnya mereka menggangap bahwa ternak babi sebagai hewan yang mempunyai nilai
sosial tinggi.[9]
c. sapi
Caru Tawur Kasanga yang dilaksanakan setiap tahun sekali,
sehari sebelum hari raya Nyepi,di Catus Pata Kota Tabanan. Kegiatan pacaruan
ini dimaksudkan untuk nyomia bhuta kala guna menjaga keseimbangan dan
harmonisasi buana agung dan buana alit. Macaru tawur kasanga yang masuk
jenis manca kelud ini menggunakan sarana hewan berupa sapi dan kambing. Upacara
rutin dalam rangka menyambut tahun baru saka ini di-puput oleh tri sadaka
masing-asing, Ida Pedanda Siwa dari Geria Tabanan, Ida Pedanda Buda dari Geria
Jadi dan Resi Bujangga dari Geria Tasik, Ngis, Penebel.

Gambar 7: sapi untuk upacara[10]
Sebelum dilakukan persembahyangan, dilakukan prosesi
pangelukatan dengan maksud penyucian tempat dan sarana upacara dan alam semesta
serta segala isinya. Prosesi macaru diakhiri dengan ngelarung banten caru dan
pembagian tirta kepada perwakilan desa pakraman, untuk dilanjutkan melaksanakan
caru tawur kasanga ini di masing-masing ibu kota kecamatan, bencingah desa
pakraman dan di masing-masing lebuh warga pakraman se-Kabupaten Tabanan.
III.
Hubungan
antara konservasi dengan upacara kebudayaan
Pelaksanaan upacara adat tidak lepas dari tumbuhan dan
hewan. Contohnya di daerah bali, dalam upacara panca yadnya menggunakan
beberapa jenis tumbuhan. Tumbuhan yang dipakai sebanyak 333 jenis (Dharmawan,
2002). Yang mana semakin meningkatnya penduduk dibali yang beragama hindu maka
kelestarian 333 jenis tanaman tersebut akan terjaga karena kebutuhan masyarakat
akan tanaman tersebut sebagai sarana upacara keagamaan.[11]
Begitupula pada hewan seperti babi,sapi, juga menjadi
salah satu hewan yang digunakan sebagai sarana upacara keagamaan,misalnya pada
upacara tumpek kandang.dengan adanya penggunaan sarana upacara yang menggunakan
sarana hewan,ini menimbulkan pertanyaan dari para alit udayana,yakni hewan
hewan akan mengalami kepunahan jika selalu digunakan sebagai sarana
upacara,namun alit udayana pun menjawabnya bahwa keberadaan hewan hewan tidak
akan punah jika selalu digunakan sebagai sarana upacara karena pada paham hindu
ketika hewan digunakan sebagai sarana upacara pada pada saat yang sama ada
pesan yang terserat dalam makna ritual yang diselenggarakan yakni akan adanya upaya pelestarian binatang
yang digunakan.
Menurut ahli udayana kebutuhan dan ketersediaan
binatang itu adalan hubungan yang berkualitas,dan saling terkait dan saling
mempengaruhi.kemudian alit udayana memberikan contoh bila pada upacara
menggunakan itik secara otomatis kelestarian itikakan tetap terjaga karena
kebutuhan masyarakat akan itik untuk sarana upacara
D. KESIMPULAN
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang kaya
akan keanekaragaman hayati ekosistem, sumber daya genetika, dan spesies yang
sangat melimpah (Mega Biodiversity). Selain itu, Indonesia juga kaya akan
tradisi-tradisi, salah satunya upacara adat dan keagamaan. Seperti yang
diketahui upacara tersebut menggunakan keanekaragaman hayati yang ada, dalam
hal ini hewan dan tumbuhan. Contoh tanaman yang di gunakan dalam upacara adat
adalah: melati (jasminum sambac), kelapa (cocos nutrifera L), jangu
(Acorus
calamus L)., dan
bunga kantil. Sementara hewan yang sering dijadikan kurban untuk upacara adalah
Kerbau
(Bubalus bubalis), Babi (Sus barbatus), sapi. Dengan
digunakannya tumbuhan dan hewan untuk upacara tentunya memberi dampak terhadap
jumlahnya. Baik itu dampak positif maupun negatif. Dampak positifnya adalah
hewan tersebut akan terjaga kelestarianya karena kebutuhan untuk upacara.
Sementara dampak negatifnya jika hewan atau tumbuhan tersebut digunakan
berlebihan dan tidak dipelihara kelestarianya, tentunya akan punah.
E. PENUTUP
Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat
kesalahan dalam penulisan makalah semata-mata karena kekurangan penulis. Kami
sadar dalam penyajian makalah ini masih belum menyajikan pembahasan secara
menyeluruh, masih banyak yang harus dibahas mengenai shalat. Untuk itu kritik
dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan guna untuk kesempurnaan makalah
ini agar kedepannya menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua yang membacanya. Amin.
PERTANYAAN
PERTANYAAN;
1. Bagaimana hubungan antara konservasi dengan adat
masyarakat khususnya di indonesia?
Jawab :
Yang mana semakin meningkatnya
penduduk dibali yang beragama hindu maka kelestarian 333 jenis tanaman tersebut
akan terjaga karena kebutuhan masyarakat akan tanaman tersebut sebagai sarana
upacara keagamaan.
Begitupula pada hewan seperti babi,sapi, juga menjadi
salah satu hewan yang digunakan sebagai sarana upacara keagamaan,misalnya pada
upacara tumpek kandang.dengan adanya penggunaan sarana upacara yang menggunakan
sarana hewan,ini menimbulkan pertanyaan dari para alit udayana,yakni hewan
hewan akan mengalami kepunahan jika selalu digunakan sebagai sarana
upacara,namun alit udayana pun menjawabnya bahwa keberadaan hewan hewan tidak
akan punah jika selalu digunakan sebagai sarana upacara karena pada paham hindu
ketika hewan digunakan sebagai sarana upacara
2. Dari sebagian msayarakat sapi dilarang disembelih,
bagaimana menurut pemakalah tentang hal tersebut?
Jawab
:
Tentang
kepercayaan masyarakat mengenai tidak bolehnya menyembelih sapi itu dikarenakan
tentang kebiasaan masyarakat baik secara agama maupun adat, contohnya di daerah
kudus tidak boleh menyembelih sapi.
DAFTAR PUSTAKA
I Dewa putu Dharma.Upacara Keagamaan Hindu di Bali dalam
perspektif pendidikan konservasi Tumbuhan. (Bali ,UPT. Balai Konservasi
Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali,)
Sardiana, I.K. Ensiklopedia tanaman upacara.(Bali :Udayana
University press, 2010)
[1] Qur’an terjemahan,Menara
kudus
[2]
Sardiana, I.K. Ensiklopedia tanaman upacara.(Bali :Udayana
University press, 2010)
[6] Diakses dari http:// www.
Google.com / picture 14-10-2012/ 09.00
[8] Diakses dari http:// www.
Google.com / picture 14-10-2012/ 09.00
[10] Diakses dari http:// www. Google.com /
picture 14-10-2012/ 09.00
[11] I Dewa putu Dharma.Upacara
Keagamaan Hindu di Bali dalam perspektif pendidikan konservasi Tumbuhan.
(Bali ,UPT. Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali,)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar