Perlindungan Terhadap Biodiversitas
Pda
Oleh karena kehidupan di dunia tergantung kepada berfungsinya
biosfer secara baik, maka tujuan utama konservasi dan perlindungan adalah menjaga biosfer
dalam keadaan kondisi yang sehat
(beragam). Meskipun telah
diketahui bahwa tumbuhan hijau memasok oksigen ke atmosfer, tumbuhan
dan hewan mendaur unsur
hara, banyak elemen yang berkontribusi terhadap berfungsinya biosfer belum banyak
diidentifikasi. Konservasi dan perlindungan biodiversitas tampaknya sangat penting bagi kelangsungan hidup umat manusia.
Kebutuhan sumberdaya alam
dan
pentingnya
konservasi
Seperti konservasi itu
sendiri, istilah ‘sumberdaya alam’
telah mengalami perluasan dalam pengertiannya sebagai hasil
dari
pemahaman keterkaitan
antara manusia
dan habitatnya. Pada awal abad ke 20 sumberdaya alam dipandang semata-mata hanya sebagai sumber komoditas yang berguna. Ini merupakan bahan baku di alam yang dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan: mineral, bahan bakar, hutan,
margasatwa, perikanan, dsb. Dalam hal-hal tertentu definisi ini masih dipergunakan sampai saat ini.
Dewasa ini
konsep sumberdaya alam telah diperluas mencakup lingkungan alami total
– keseluruhan lapisan permukaan planet – karena semua bagian permukaan
bumi bermanfaat dan bernilai
dalam arti
berkontribusi
pada
keperluan dan kenyamanan
manusia. Jadi, bila kita mempertimbangkan
dalam arti ini, atmosfer, lautan, gurun, dan daerah kutub
semuanya merupakan sumberdaya
alam yang
perlu dikelola untuk masa
depan. Ide bahwa komunitas biologi
seharusnya dilindungi untuk
nilai intrisiknya merupakan hal yang relatif baru.
Komunitas alami, tidak banyak terpengaruh oleh aktivitas manusia,
sangat penting untuk dijaga
karena beberapa
alasan.
Yang pertama adalah untuk ilmu
pengetahuan sebagai hasil kajian
darinya, terutama
mengenai
berfungsinya biosfer.
Juga,
nilai
spesies alami baru sedikit yang dieksplorasi; spesies ini diketahui penting
bagi berfungsinya biosfer,
tetapi pentingnya spesies secara individual hanya sedikit yang diketahui.
Pengalaman menunjukkan bahwa
spesies liar yang tampaknya kurang bernilai ternyata sangat bermanfaat untuk penelitian medis dan
kesehatan manusia. Primata
seperti
kera, telah
digunakan untuk banyak studi
penyakit manusia dan banyak tumbuhan liar telah
dipergunakan sebagai
bahan
obat-obatan. Banyak pengetahuan mengenai pertumbuhan populasi dan
tingkah-laku sosial pada berbagai kondisi yang padat telah berasal dari studi mamalia liar.
Komunitas biologi dapat dilindungi dengan berbagai
cara,
tergantung kepada
tujuan
yang diinginkan. Yang
paling sulit adalah perlindungan komunitas alami yang tidak termodifikasi,
dengan berbagai macam spesies liarnya, untuk penelitian. Karena
komunitas seperti ini semakin jarang, upaya utama untuk melindunginya dilakukan baik pada level nasional maupun
internasional. The International Biological Program, suatu upaya penelitian yang luas, telah memfokuskan pada
banyak macam komunitas alami yang memerlukan perlindungan.
The International Union for Conservation
of Nature and Natural Resources (IUCN), lembaga
internasional semipemerintah, melakukan kegiatannya
pada pemapanan hutan konservasi dan taman nasional untuk melindungi komunitas alaminya. PBB melalui FAO, UNEP
(UN Environment
Progam) dan
UNESCO telah berkontribusi pada pemapanan banyak taman nasional di negara berkembang. Sungguhpun telah ada aktivitas tersebut, komunitas alami tertentu masih akan
punah
kecuali bila upaya
yang lebih besar untuk konservasinya dilakukan.
Janji pembangunan berkelanjutan
Di atas kertas, paling tidak 1992 Rio Earth Summit memberikan visi yang mengarah ke pembangunan berkelanjutan, yaitu ke
arah perlindungan lingkungan dan
keadilan ekonomi yang lebih besar. Earth Summit menghasilkan
dua penjanjian yang mengikat: the Framework Convention on Climate Change
and
Convention
on Biological Diversity. Dewasa ini sejumlah perjanjian internasional
telah ada untuk melindungi subyek yang spesifik mengenai biodiversitas: perubahan iklim global, pengurangan lapisan
ozon,
penggurunan, polusi
udara antarbatas, sumberdaya lautan,
industri/perdagangan dan lingkungan, dinamika populasi.
Hasil lain
dari Summit adalah seperangkat prinsip-prinsip umum yang tidak
mengikat yang dinamakan Deklarasi Rio, prinsip-prisip yang tidak mengikat mengenai managemen hutan, dan cetak biru
untuk pembangunan berkelanjutan berjudul Agenda 21.
Konsep pembangunan berkelanjutan memberikan kerangka yang memungkinkan negara-negara Utara dan Selatan untuk memulai
upaya-upaya yang
berkaitan dengan pembangunan berkelanjutan ini.
Pada intinya, negara-negara Selatan memperoleh komitmen baru mengenai peningkatan bantuan pembangunan, suatu pengakuan bahwa negara-negara Utara bertanggung jawab
pada degradasi lingkungan, dan komitmen bahwa negara-negara utara mengambil peran
kepemimpinan dalam problem
lingkungan global.
Sebaliknya, negara-negara Selatan berjanji bekerjasama dalam menyelesaikan isu-isu lingkungan. Komitmen timbal balik ini merupakan konsesus
yang luas.
Dewasa
ini, momentum dari Rio telah
menguap dan
komitmen timbal balik
umumnya telah ditinggalkan. Bantuan pembangunan
dari negara-negara Utara ke
Selatan telah menurun
semenjak Earth Summit di Rio, dan perjanjian
baru
jarang diimplementasikan.
Negosiasi pada
perubahan iklim mencerminkan perbedaan mendalam di
antara negara-negara
berkembang dan industri.
Konvensi
biodiversitas memiliki dampak kecil
Negara-negara Utara bertanggung jawab pada jurang yang ada antara
retorika kesadaran lingkungan internasional dan realitas
kondisi lingkungan. Negara-negara Utara
adalah poluter terbesar dan pengguna terbesar
kebanyakan sumberdaya
dalam (hutan, ikan, mineral, air tawar dan udara bersih).
Meskipun negara-negara tersebut mengakui
adanya ancaman lingkungan global dan menghendaki perlunya respons multilateral,
mereka sering
ketinggalan
dalam
merubah perilaku mereka sendiri. Misalnya, Amerika Serikat yang
pernah dipandang sebagai salah satu pemimipin dalam regulasi lingkungan, telah ketinggalan
dari negara-negara Eropa dalam mengadopsi pendekatan regulasi baru dan
inovatif dalam kebijaksanaan fiskal hijau (greening fiscal policy), prinsip-prinsip kehati-hatian dalam
menghidarkan kerusakan lingkungan dan
kehilangan biodiversitas. Lebih-lebih, banyak negara, termasuk Amerika Serikat tidak mempunyai
komitmen yang
koheren terhadap pembangunan yang berkelanjutan.
Belum ada upaya yang nyata untuk mengintegrasikan pembuatan
keputusan pemerintah tentang lingkungan, sosial
dan ekonomi;
tidak ada perbaikan yang mendasar dalam kerangka kerja legal yang ada demi pembangunan
yang lebih baik; tidak ada implementasi sistem akunting sosial dan lingkungan dan
tidak ada indikator pembangunan
berkelanjutan. Ringkasnya,
banyak negara masih belum memiliki strategi atau kerangka kerja untuk
mengimplementasi Agenda 21 atau komintmen Rio.
Pengembangan kerangkakerja mengikat mengenai prinsip-
prinsip lingkungan
Kekurangan mengenai
kerangkakerja mengikat memiliki banyak implikasi keefektifan kebijakan lingkungan
internasional
di masa depan. Persengketaan di
bidang perdagangan dan lingkungan, misalnya, perhatian mengenai lingkungan akan terabaikan, karena peraturan mengeai perlindungan biodiversitas global tidak jelas.
Prinsip-prinsip lingkungan yang
mengikat dapat
membantu
mencapai integrasi yang seimbang di antara perlindungan
lingkungan
dan tujuan sosial yang lain
seperti perdagangan. Prinsip-prinsip ini juga
memberikan
landasan untuk
mengkoordinasi kegiatan banyak lembaga internasional yang sekarang ini mengklaim berperan dalam kebijakan lingkungan. Akhirnya, prinsip-prinsip yang
mengikat dapat membantu menciptakan
standar lingkungan
minimal, baik
untuk kegiatan
sektor swasta maupun pemerintah melalui
bantuan dalam harmonisasi hukum-hukum lingkungan domestik.
Tidak
diragukan bahwa kehilangan (kepunahan) bidiversitas dan perubahan iklim merupakan isu
lingkungan yang sangat signifikan
dalam beberapa dekade ke
depan. Sebagai contoh, dalam Kyoto Protokol perjanjian yang
mengikat untuk secara kolektif menurunkan emisi
gas rumah
kaca
pada 39
negara
industri sebesar 5,2 % di
bawah level tahun 1990 pada tahun 2008-2012. Persetujuan ini
dicapai pada the Third Conference of the Parties to the United Nations Framework Convention on Climate Change, di Kyoto, Jepang ,
Desember 1997.
Tetapi perjajian ini
belum akan berlaku sampai perjanjian ini diratifikasi oleh paling tidak
55 % dari negara yang mengemisi paling tidak 55
% enam gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global.
Perjanjian meliputi 6 gas rumah kaca: karbon dioksida, methane, nitrate oksida, hidrofluorocarbon, perfluorocarbon dan sulphur
hexafluoride.
Di samping itu negara yang terlibat juga membuat sistem
perdagangan
internasional dalam emis karbon. Emisi karbon akan diperdagangkan seperti komoditas.
Arsitektur PBB dan Proteksi global biodiversitas
Beberapa intitusi atau organisasi membuat aturan atau
mengelola masalah-masalah yang
berkaitan dengan biodiversitas. Beberapa organisasi atau agensi memiliki paling tidak beberapa mandat. Di masa depan tatakelola lingkungan global
akan tetap melibatkan organisasi multilateral, nasional dan
pemerintah bersama-sama dengan kelompok masyarakat.
Ini merupakan keharusan, mengingat konsep pembangunan berkelanjutan mencakup demikian banyak
disiplin
dan
isu.
Tetapi kesulitan
dengan institusi internasional yang ada yang
berkaitan dengan isu lingkungan adalah bahwa lembaga-lembaga ini memiliki mandat yang sempit, anggaran kecil
dan dukungan terbatas. Tak ada organisasi yang memiliki otoritas atau kekuatan politik sebagai
koordinator.
UNEP
dipandang merupakan lembaga lingkungan internasional yang utama. Misinya adalah memfasilitasi kerjasama internasional
di bidang lingkungan, menjaga masalah lingkungan tetap menjadi perhatian pemerintah.